Monthly Archives: September 2012

Birding Di Tempat Tertinggi Pulau Jawa

Sumeru atau yang biasa disebut sebagai Gunung Semeru merupakan gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya yang bernama Mahameru yang memiliki ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl).  Gunung Semeru termasuk dalam lokasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang didalamnya memiliki tipe ekosistem sub-montana, montana dan sub-alphin dengan pohon-pohon yang besar dan berusia ratusan tahun. Terlihat dari besar diameter dan tinggi pepohonan yang ada di sepanjang jalur pendakian Ranupane – Mahameru.

Memang diperlukan waktu yang tidak singkat untuk sampai pada puncak Mahameru, tetapi keinginan untuk melihat ke-eksotikan burung-burung yang ada membuat rasa muak dan jengkel segera bergegas berangkat ke lokasi. Dengan berbekal peralatan dan dana seadanya kita menghimpun orang sebagai teman dalam perjalanan tersebut. Tujuan utama saya memang sedikit berbeda dengan teman-teman, karena bukan untuk mendaki lagi. Melainkan untuk menikmati dan melihat keindahan burung-burung yang ada di Kawasan Gunung Semeru tersebut.

Perjalanan diawali dari Gedung H Biologi ITS dengan menggunakan motor, dan dilanjutkan dengan BIS dari terminal Bungurasih (Surabaya) menuju Terminal Arjosari (Malang). Dari terminal kota malang lanjut lagi naik angkutan umum menuju desa Tumpang dengan Ankutan umum berwarna putih dan penuh tas Carrier di atapnya. Disambung lagi dengan Pick-Up Sayuran yang banyak terdapat di belakang pasar terminal Tumpang dengan biaya per orang Rp. 25.000,- hingga Pos Ranu Pani. Beruntunglah dapat angkutan tersebut, karena jika menggunakan JIP maka harus lebih banyak merogoh saku dalam-dalam.

Sesampai di Pos perijinan yang terletak di daerah Danau Ranu Pani mulai melakukan peregangan kaki yang sedikit pegal akibat berdiri pada Pick-Up Sayuran dan ditambah jalan yang bergelombang akibat gerusan hujan. Dengan berbekal surat dokter saya dan teman-teman mencoba mengurus perijinan yang bisa dibilang tidak terlalu sulit sekelas memasuki Taman Nasional.

Pada saat menyusuri jalur awal  terlihat sangat landai dan membuat saya asyik memperhatikan gerak-gerik burung Streptopelia bitorquata dan  Lanius Scah yang kategorinya cukup melimpah dan bisa disebut sebagai pengganggu tanaman kacang-kacangan oleh penduduk sekitar, menyusuri lereng bukit yang didominasi dengan tumbuhan alang-alang dan pepohonan yang besar membuat semakin bingung untuk melihat burung-burung yang ada, hanya kicauan burung yang berfariasi terdengar di telinga.

Pos 1, Pos 2, dan sampailah di Pos 3 kita beristirahat sebentar setelah perjalanan yang cukup melelahkan. Di sepanjang perjalanan menuju pos 3 banyak burung yang belum pernah saya lihat, dan membuat saya bingung karena tidak membawa kitab suci pengamat burung di Indonesia (McKinnon SKJB). Dari pos 3 saya membongkar packingan dan mengeluarkan kamera dengan lensa seadanya supaya dapat mengabadikan dan mengidentifikasi melalui foto yang didapat, walaupun hasil gambar jelek tidak jadi masalah kalau masih bisa dibuat identifikasi burung-burung gunung yang sebetulnya masih awam bagi saya.

Setelah berjalan yang tidak terlalu jauh menyusuri lereng bukit yang banyak ditumbuhi bunga edelweis, dan sampailah di Watu Rejeng yang dihiasi bukit batu terjal yang sangat indah. Terlihat pemandangan sangat indah ke arah lembah dan bukit-bukit di sebelah kiri jalur pendakian yang berupa hutan cemara dan pinus. Di antara tumbuhan Cemara gunung (Casuarina junghuniana) munculah seberombolan Kacamata gunung (Zosterops montanus) terbang menuju atas bukit.

Dengan di hiasi tumbuhan Casuarina junghuniana, Dacrycarpus imbricatus, Anaphalis javanica, Styphelia pungieus, di kanan kiri perjalanan dan di pandu oleh Zoothera dauma yang tak terlihat takut pada manusia dan menemani perjalanan di jalur pendakian dengan berjalan di depan saya membuat perjalanan tidak terasa. Begitu sampai di satu-satunya jembatan yang ada di jalur pendakian disambut oleh burung Turdus poliocephalus yang dengan santainya nangkring di balok semen. Terlintas juga beberapa kali terlihat Eumyias indigo yang perilakunya sedang mencari cacing pada lumut pada pohon yang tumbang di tengah-tengah jalur dan tanah.

Kabut yang mulai turun membuat saya kehabisan nafas dan mengakibatkan lebih banyak berhenti untuk istirahat. Terkadang ketika berhenti juga banyak sekali burung dengan berbagai ukuran dan suara yang beraktifitas di atas kepala, tapi apadaya kabut yang tebal membuat hanya bisa melihat jarak radius 2 meter saja.  Apalagi suara yang sangat saya tidak kenali dari burung-burung tidak terlihat tersebut membuat penasaran.

Kabut mulai menipis terlihat kembali sinar matahari yang hangat, ternyata sudah sampai di pos 4 yang di bawahnya terhampar luasnya air dari danau Ranukumbolo. Pemandangan yang sangat indah ciptaan dari sang pencipta alam. Setelah sampai di area camp, saya dan teman-teman mendirikan tenda dengan ditemani hari yang mulai gelap dan suhu yang mulai mendingin. Di tengah-tengah area camp terlihat Anthus novaeseelandiae sedang mencari makan pada sisa-sisa makanan dari para pendaki yang kurang bertanggung jawab dengan membuang sisa makanan atau sampah yang di area tersebut.

Hari sudah petang dan suhu mulai terasa sangat dingin sampai -7 C membuat otak saya menjadi beku, dan badan mati rasa. Bulan penuh bersinar di atas danau Ranukumbolo dengan menikmati secangkir kopi panas sedikit membuat badan sedikit lebih hangat, walau cuman sebentar. Malam semakin larut dan saya tidak tahan akan dinginnya suhu waktu itu membuat saya untuk lebih cepat tidur dan berkepompong di dalam sleeping bag tebal. Harap tidak sabar untuk memandang mentari pagi esok hari. 🙂